Durna Gugur
Suasana duka masih menyelimuti kedua kubu, di Perkemahan Pandawa, Arjuna dan segenap Keluarga Pandawa.yang berduka dengan kematian Abimanyu. Prabu Kresna sudah tidak kurang memberi nasehat kepada Para Arjuna. Namun kelihatannya belum bisa menyingkirkan duka dari kalbu.
Sedang di pihak Kurawa, Pendita Durna telah diangkat menjadi Senapati Perang pada besok pagi, menggantikan kedudukan Resi Bisma yang telah tumbang diterjang panah Dewi Srikandi.Prabu Kresna belum bisa menentukan siasat apa yang akan diambil untuk dapat mengalahkan Pendita Durna. Prabu Kresna akhirnya memutuskan bahwa seluruh Pandawa ikut bertempur besok pagi, termasuk Prabu Punta Dewa. Senapati Perang Pandawa, masih diserahkan kepada Drestajumna.
Sementara itu di malam hari, Pendita Durna semalaman tidak bisa tidur. Pikirannya melayang ke masa lampau, kemasa anak remaja yang masih senang-senangnya jadi orang. Demikian pula Bambang Kumbayana. Setelah dewasa, punya impian. Ingin menjadi orang besar, ingin menjadi orang yang berguna, dan terakhir ingin jadi orang yang berhasil. Dengan bekal doa orang tua, Sang Resi Baratmadya dan alamat sahabatnya Sucitra, Bambang Kumbayana pergi meninggalkan Negeri Atasangin ke negeri Pancala. Setelah berjalan, berjalan dan berjalan, sampailah ditepi samudera yang luas membiru.Perjalanan ke Pancala harus menyeberangi samudera.
Tetapi tidak ada satu perahu pun yang lalu lalang disitu. Hari semakin malam, Bambang Kumbayana semakin bimbang. Belum sampai tujuannya sudah takut mencekam. Akhirnya Bambang Kumbyana berujar :andaikata ada laki-laki yang mau menolong menyeberangkan ke seberang, maka akan diakui sebagai sedulur sinoroh wadi, atau sahabat sehidup semati,kalau wanita, maka akan dijadikan istri pendamping setya sampai akhir hidupnya. Angin malam menjadikan tambah merindingnya tubuh Bambang Kumbayana. Tiba-tiba dari arah seberang ada sesuatu yang datang, Kelihatannya ada putih-putih rembyak-rembyak ditengah kegelapan mendatangi Bambang Kumbayana. Menjadikan tubuh Bambang Kumbayana semakin ketakutan. Ternyata yang mendekatinya adalah seekor kuda Sembrani. Kuda putih bersayap besar menunggu Bambang Kumbayana yang mau keseberang,
Akhirnya Bambang Kumbayana pun naik Kuda Sembrani. Kuda Sembrani terbang melintasi samudera,yang luas membiru, melawan arah angin, yang membikin udara semakin dingin. Tidak lama kemudian sampailah di tepi seberang samudra.Bambang Kumbayana meninggalkan kuda itu, tetapi kuda itu selalu mengikuti Bambang Kumbayana kemana pergi.Bambang Kumbayana curiga pada kuda itu, jangan jangan ia mengerti apa yang menjadi ujarnya.
Bambang Kumbayana jadi terkejut, ketika kuda itu berhenti, dan tiba-tiba melahirkan seorang anak yang tampan. Bambang Kumbayana mau meninggalkan Kuda Sembrani begitu saja, Kuda itu menarik baju Bambang Kumbayana, supaya tidak pergi.Bambang Kumbayana, akhirnya yakin, kalau kuda itu minta dijadikan istri sesuai ujarnya. Ia malu, punya istri saja, seekor kuda. Ia segera menghunus pusakanya. Ketika ia mau menikam kuda itu, tiba-tiba kuda itu berubah menjadi seorang bidadari dari Kahyangan, bernama Wilutama.
Wilutama memberi tahu, kalau anak yang dilahirkan adalah anak Bambang Kumbayana, oleh karena itu Bambang Kumbayana harus merawat anak itu..Wilutama minta Bambang Kumbayana memberikan nama anak itu. Oleh Bambang Kumbayana, anak itu diberi nama Aswatama.Setelah itu Wilutama menghilang dari pandangan. Ia pulang ke Kahyangan. Oleh Bambang Kumbayana, anak itu dititipkan kepada Resi Krepa, dan oleh Resi Krepa, bayi itu dserahkan kepada kakaknya Dewi Krepi, untuk dirawat dan dipelihara dengan baik.Resi Krepa dan Dewi Krepi. adalah putra Prabu Purungaji raja Tempuru.
Keesokan harinya, matahari baru bersinar, terompet telah diperdengarkan. Pasukan kedua belah pihak memasuki medan laga. Pandita Durna maju kemedan laga, dengan segala kesaktian dan kepandaian memanah menyerang dengan membabi buta. Namun serangan Pendita Durna dapat dipatahkan oleh Arjuna.Sementara itu Pasukan Wirata dipimpin langsung Prabu Matswapati memasuki medan pertempuran, namun dicegat oleh Pendita Durna. Prabu Matswapati turun dari keretanya, dan melayani Pendita Durna. Karena usia Prabu Matswapati sudah lanjut, maka dengan mudah Pandita Durna mengalahkan Prabu Matswapati. Prabu Matswapati jatuh tersungkur, kesempatan Pendita Durna untuk menghajarnya. Berkali-kali pedang itu membabat tubuh Prabu Matswapati..
Namun dibelakang Prabu Matswapati nampaklah Prabu Drupada, Raja Pancala, tak lain Sucitra, teman masih muda Pandita Durna. Prabu Drupada melarang Pendita Durna berbuat curang. Pendita Durna menjadi beringas. Kini kedua sahabat dan sekaligus musuh bebuyutan pun saling melampiaskan dendamnya. Pendita Durna teringat waktu masih muda yang masih bernama Bambang Kumbayana datang jauh jauh dari Negeri Atasangin hanya ingin ketemu teman lama Sucitra, yang bisa menjadi raja di Pancala. Namun sesampai disana Istana Pancala, disambut dengan petaka. Bambang Kumbayana diseret keluar dari istana dan dihajar habis-habisan oleh Gandamana, saudara Prabu Drupada. Sedangkan Sucitra yang duduk di singgasana, tidak pernah memerintahkan Gandamana untuk menghentikan perbuatannya, sampai tubuh dan tulang Bambang Kumbayana menjadi patah-patah.
Sedangkan bagi Drupada, kedatangan Bambang Kumbayana, adalah seperti kedatangan seekor ular yang membelit tubuh Drupada. Kedatangannya, menyebabkan Negara Pancala harus dibagi dua dengan Bambang Kumbayana. Separuh negeri Pancala menjadi kekuasaannya dan diberi Nama Sokapanca, atau Sokalima. Maka sekarang keduanya berlaga antara hidup dan mati. Serangan Pendita Durna menyerang membabi buta. Prabu Drupada jatuh tersungkur dan dengan sekali tebas pedang saja di ditubuhnya, Prabu Drupada jatuh,dan tewas. Pandita Durna merasa puas dengan kematian sahabatnya, Sucitra. Sorak membahama di tegal Kuru Setra, Drupada Gugur.
Prabu Kresna melihat itu, terus berpikir dengan jalan apakah untuk menghentikan serangan Pendita Durna yang membabi buta. Prabu Kresna segera menyuruh Werkudara untuk mencari gajah, milik Prabu Permeyo, raja Samodra Barlian yang menyusup ke daerah peperangan untuk mencari harta peninggalan prajurit yang telah gugur. Setelah ketemu supaya dibunuh.
Namun dibelakang Prabu Matswapati nampaklah Prabu Drupada, Raja Pancala, tak lain Sucitra, teman masih muda Pandita Durna. Prabu Drupada melarang Pendita Durna berbuat curang. Pendita Durna menjadi beringas. Kini kedua sahabat dan sekaligus musuh bebuyutan pun saling melampiaskan dendamnya. Pendita Durna teringat waktu masih muda yang masih bernama Bambang Kumbayana datang jauh jauh dari Negeri Atasangin hanya ingin ketemu teman lama Sucitra, yang bisa menjadi raja di Pancala. Namun sesampai disana Istana Pancala, disambut dengan petaka. Bambang Kumbayana diseret keluar dari istana dan dihajar habis-habisan oleh Gandamana, saudara Prabu Drupada. Sedangkan Sucitra yang duduk di singgasana, tidak pernah memerintahkan Gandamana untuk menghentikan perbuatannya, sampai tubuh dan tulang Bambang Kumbayana menjadi patah-patah.
Sedangkan bagi Drupada, kedatangan Bambang Kumbayana, adalah seperti kedatangan seekor ular yang membelit tubuh Drupada. Kedatangannya, menyebabkan Negara Pancala harus dibagi dua dengan Bambang Kumbayana. Separuh negeri Pancala menjadi kekuasaannya dan diberi Nama Sokapanca, atau Sokalima. Maka sekarang keduanya berlaga antara hidup dan mati. Serangan Pendita Durna menyerang membabi buta. Prabu Drupada jatuh tersungkur dan dengan sekali tebas pedang saja di ditubuhnya, Prabu Drupada jatuh,dan tewas. Pandita Durna merasa puas dengan kematian sahabatnya, Sucitra. Sorak membahama di tegal Kuru Setra, Drupada Gugur.
Prabu Kresna melihat itu, terus berpikir dengan jalan apakah untuk menghentikan serangan Pendita Durna yang membabi buta. Prabu Kresna segera menyuruh Werkudara untuk mencari gajah, milik Prabu Permeyo, raja Samodra Barlian yang menyusup ke daerah peperangan untuk mencari harta peninggalan prajurit yang telah gugur. Setelah ketemu supaya dibunuh.
Gajah itu bernama Hesthitama. Werkudara menarik tali kekang gajah Hesthitama mau dibawa ketengah medan laga. Prabu Permeyo mempertahankan gajahnya, sehingga terjadi perkelahian.Prabu Permeyo melawan Werkudara. Werkudara memukulkan gada ketubuhnya, sehingga remuk tulang punggungnya, dan mati. Setelah dibawa ketengah medan laga, Werkudara memukulkan gada ke kepala Gajah Hesthitama. Gajah Hesthitama langsung mati.
Werkudara berteriak: Aswatama mati. Perajurit Pandawa mendengar itu bersorak sorai dengan gemuruh bersorak, dan berteriak: Aswatama mati.
Sementara di pihak Kurawa meneriakkan:: Hesthitama mati. Mendengar suara yang gemuruh itu Pendita Durna menjadi panik, semua kekuatannya seperti telah hilang, tubuhnya menjadi lemas.Pendita Durna ragu dengan berita kematian anaknya.
Ia menemui para Pandawa, ia bertanya pada Arjuna apakah betul Aswatama mati, Arjuna menjawab ya, Aswatama mati. Tidak percaya Pandita Durna menanyakan pada Werkudara, Werkudara menjawab, Ya, Aswatama mati. Pendita Durna tidak percaya kepada Werkudara. Tidak percaya jawaban Werkudara.
Pendita Durna mencari Punta Dewa untuk menanyakan tentang kebenaran berita itu. Karena selama hidup ia tidak pernah berbohong.
Sementara itu Prabu Kresna menasehati Prabu Punta Dewa agar mau bohong sekali saja demi mengurangi korban yang berjatuhan.
Prabu Punta Dewa tetap tidak mau melakukan. Tetapi terlanjur Pendita Durna sudah didepan mereka.
Pendita Durna menanyakan: Apa betul Aswatama telah mati.
Prabu Puntadewa menjawab: Hesti tama yang mati.
Maksud Prabu Punta Dewa: " Gajah Tama yang mati," tapi Pendita Durna: mengartikan : 'Betul, Tama yang mati."
Sebab kata Hesti bisa berarti Gajah, atau bisa berarti Esti, Estu yang artinya : Betul.
Demikianlah Pendita Durna akhirnya percaya kalau anaknya, Aswatama telah mati. Kemudian Pendita Durna meninggalkan Prabu Punta Dewa. Pendita Durna menjadi limbung dan pandangannya menjadi kabur dan pandangan menjadi gelap seketika.
Di saat Pendita Durna mengalami situasi yang menjadikannya lupa, bahwa dia masih seorang senapati Kurawa, yang masih berada pula di tegal Krusetra, namun perhatiannya hanya tertuju pada anak kesayangannya yang dianggapnya telah gugur di medan laga, sehingga ia tidak tahu ada bahaya yang sedang menghampirinya.
Drestajumna, anak Prabu Drupada yang mendatanginya, lalu memenggal kepala Pendita Durna,sebagai balas dendam atas kematian ayahnya, dan melemparkan kepala Pendita Durna ke arah pasu kan Kurawa.
Demikianlah Pendita Durna akhirnya percaya kalau anaknya, Aswatama telah mati. Kemudian Pendita Durna meninggalkan Prabu Punta Dewa. Pendita Durna menjadi limbung dan pandangannya menjadi kabur dan pandangan menjadi gelap seketika.
Di saat Pendita Durna mengalami situasi yang menjadikannya lupa, bahwa dia masih seorang senapati Kurawa, yang masih berada pula di tegal Krusetra, namun perhatiannya hanya tertuju pada anak kesayangannya yang dianggapnya telah gugur di medan laga, sehingga ia tidak tahu ada bahaya yang sedang menghampirinya.
Drestajumna, anak Prabu Drupada yang mendatanginya, lalu memenggal kepala Pendita Durna,sebagai balas dendam atas kematian ayahnya, dan melemparkan kepala Pendita Durna ke arah pasu kan Kurawa.
Sementara itu Prajurit Pandawa bersorak sorai, Durna Gugur, Durna gugur !!!.. menggema di medan laga. Senja sudah tiba sangsakala berbunyi tanda perang telah usai.
Kedua belah kubu mencari jasad saudara, keluarga , serta para kerabat yang tewas dan yang luka-luka.
Pandawa kehilangan Prabu Matswapati dan Prabu Drupada. Keluarga Wirata dan Pancala berduka yang sangat mendalam.Seangkan di pihak Kurawa, Boma Wikata dan Boma Wikata, saudara kembar saudara senyawa, sehingga apabila Bomawikata marti, diloncati Wikataboma, maka Bowawikata hidup lagi, begitu pul\a sebaliknya. Ketika mereka bertemu dengan werkudara, keduanya tewas ketika Werkudara membenturkan kedua kepalanya hingga pecah..Sesangkan Kurawa yang tangguh yang lain yaitu Bogadatta atau Bogadenta, raja Turilaya, dengan gajah tunggangannya Murdiningkung dengan sarati Dewi Murdininngsih. dimana kesaktian Bogadatta seperti halnya Boma Wikata dan Wikata Boma. maka Bogadatta tang punya rangkap tiga nyawa, harus tewas bersama di ditangan Arjuna, dengan senjata Pasopati nya.
Sementara itu Pandawa tengah mencari kepala Pandita Durna untuk dipersatukan.Akhirnya kepala Pendita Durna bisa dipersatukan dengan tubuhnya. Semua jasad para pahlawan mereka kemudian diperabukan, dengan upacara yang hikmat.
Sementara itu beberapa orang Kurawa ikut menghadiri perabuan Pendita Durna.seperti Yama Widura, Resi Krepa dan beberapa tokoh Kurawa. Sedangkan Duryudana dan saudara saudara Kurawa yang tersisa menyaksikan dari kejauhan. Sementara itu Dewi Wilutamapun turun dan menuntun Bambang Kumbayana menuju ke alam kelanggengan.Pendita Durna memimpin perang dipihak Kurawa selama 5 hari.
Sementara itu Pandawa tengah mencari kepala Pandita Durna untuk dipersatukan.Akhirnya kepala Pendita Durna bisa dipersatukan dengan tubuhnya. Semua jasad para pahlawan mereka kemudian diperabukan, dengan upacara yang hikmat.
Sementara itu beberapa orang Kurawa ikut menghadiri perabuan Pendita Durna.seperti Yama Widura, Resi Krepa dan beberapa tokoh Kurawa. Sedangkan Duryudana dan saudara saudara Kurawa yang tersisa menyaksikan dari kejauhan. Sementara itu Dewi Wilutamapun turun dan menuntun Bambang Kumbayana menuju ke alam kelanggengan.Pendita Durna memimpin perang dipihak Kurawa selama 5 hari.
sumber :http://wybambangkumbayana.blogspot.co.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar