Hanif Fathin Ma'ruf

Kamis, 20 Oktober 2016

Lanjutan Ki Dalang Soegino Siswo Carito GARENG ILANG URILE

Lanjutan Ki Dalang Soegino Siswo Carito GARENG ILANG URILE

Ki Dalang Soegino Siswo Carito GARENG ILANG URILE

Ki Dalang Soegino Siswo Carito GARENG ILANG URILE

Daftar Dalang Wayang Kulit Banyumasan

Daftar Dalang Wayang Kulit Banyumasan


ki bagas kriswanto
Ki Bagas Kriswanto
  • Alamat : Jalan Gerilya Barat Gg II RT 05/01 Kel Tanjung Purwokerto Selatan
  • Karawitan : Panji Laras
  • Telepon : 085643295275 / 081327177178
Ki Dalang Ceming.jpg
Ki Ceming Wisnu Wardoyo
  • Alamat : Jalan Tambangan Desa Bulupayung Kec Kesugihan Kab Cilacap
  • Karawitan : Lintang Laras
  • Telepon : 087736843223

Ki eko aji nugroho
Ki Eko Aji Nugroho
  • Alamat : Jl.Asem Gg.Asem Rt 01 Rw 03 Tritihlor-Jeruklegi
  • Karawitan : Praba Laras
  • Telepon : 087719871556
eko suwaryo
Ki Eko Suwaryo
  • Alamat : Desa Jatirata Kec. Buayan Kab. Kebumen
  • Karawitan : Sekar Bima
  • Telepon : 08158343321, 081227660285
Faisal Malik
Ki Faisal Malik Waskito Wijaksono
  • Alamat : Jalan Merpati Desa Slarang Kec. Kesugihan Kab. Cilacap
  • Karawitan : Waskita Laras
  • Telepon : 085779792300
image
Ki Gendroyono
  • Alamat  : Desa Pelumutan RT 04 RW 02, Kec.Kemangkon Kab. Purbalingga
  • Karawitan : Wijaya Mulya
  • Telepon : 085227743788
Ki Tugino Guno Carito
Ki Gino Guno Carito
  • Alamat : RT 27 RW 8, Desa Pagubugan Kulon, Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap
  • Karawitan : Setya Budaya
  • Telepon : 081327340277
dalang guntur crop
Ki Guntur Riyanto
  • Alamat : Desa Klapagada Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap
  • Karawitan : Titi Laras Nugroho
  • Telepon : 085291049585
Ki Sartono Bms
Ki Ir.Sartono
  • Alamat : Desa Kalisube Rt.04/04 Kec.Banyumas – Banyumas
  • Karawitan  : Panji Laras
  • Telepon : 0852 2783 3822
Ki Sarwo Sabdo Warsito
Ki Sarwono Sabdo Warsito
  • Alamat : Ds.Tegalsari, Kec.Sidareja, Kab. Cilacap
  • Karawitan: Condong Laras
  • Telepon : 0813 2711 1216
Sikin edit 200
Ki Sikin Hadiwarsono
  • Alamat : Dusun Bangkirlega Desa Cinyawang, Kecamatan Patimuan, Kabupaten Cilacap
  • Karawitan : Ngesti Karyo
  • Telepon : 0852227703739
Ki Sugi Cipto Nugroho
  • Alamat : Rowokele Kebumen / Jln Cikunir Raya RT 5 RW 2 Jaka Setia Bekasi Selatan
  • Telepon : 081311058549
ki giyono
Ki Sugiyono Siswo Carito
  • Alamat : Jalan Badranaya RT 01 RW 08 Desa Tritih Wetan Kecamatan Jeruklegi Kabupaten Cilacap
  • Karawitan : Ajisaka
  • Telepon : 085647751251
Sumarwan Tirto Yuwono
Ki Sumarwan Tirto Yuwono
  • Alamat :  jl Ronggeng Semampir Desa Slarang Kecamatan Kesugihan, Cilacap
  • Karawitan : Kartiko Laras.
  • Telepon : 085878945045
ki tejo gubrag crop
Ki Sutejo Mudho Carito
  • Alamat : Pengkolan Tegalsari Sidareja 
  • Karawitan : Muda Budaya
  • Telepon : 085227279470
Ki Tejo Sutrisno crop
Ki Tejo Sutrisno
  • Alamat : Jalan Perkutut Timur 268, Kelurahan Tambakreja Kecamatan Cilacap Selatan Kabupaten Cilacap
  • Karawitan : Sena Laras
  • Telepon : 081542922558
ki triyanto crop
Ki Triyanto Hadi Carito
  • Alamat : Sokawera, Patikraja, Banyumas
  • Karawitan : Bayu Kencana Budaya
  • Telepon : 081327936404
ulin nuha
Ki Ulin Nuha
  • Alamat :Jalan Adipati Penetesan Desa Karangrena Kecama Maos
  • Karawitan  : Swalagiri Dharma Laras.
  • Telepon : 087705099246
sumber : https://kluban.net/daftar-dalang/

Profil : Ki Sugino Siswocarito

Profil : Ki Sugino Siswocarito


Menyinggung wayang di Banyumas, tak bisa dilepaskan dari tokoh yang satu ini. Dalang yang jadi panutan bagi maoritas dalang Banyumasan era sekarang. Bahkan dengan kreatifitasnya, banyak yang menyatakan Beliau menciptakan Gagrag tersendiri yaitu Gagrag Ginoan. Penggemarnya tak cuma wilayah Banyumasan (Banyumas, Purwokerto, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen) namun sampai Brebes, Tegal, dan Pekalongan. Ia juga kerap pentas di Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta.



Hasil gambar untuk ki sugino siswocarito




Ki Sugino Siswocarito lahir tanggal 17 Agustus 1937 di Desa Sawangan Kecamatan Cilongok Banyumas. Anak seorang Kepala Sekolah, Siswomiharjo sedangkan ibunya bernama Dasirah. Orang tuanya yang pernah menjadi kepala desa dan tergolong keluarga berkecukupan. Namun Gino muda  tidak tertarik ketika ditawari untuk menggantikan kedudukan sang ayah sebagai kepala desa. Namun Beliau memilih menjadi dalang.
Gino dan pakem wayang
Sering orang menyebut Gino sebagai “dalang rame”. Ia memang sering membawakan lakon-lakon yang ramai dan disukai anak muda, seperti Antasena Gugat, Petruk Dadi Ratu, Petruk Nagih Janji, Gareng Urile Ilang, Laire Wisanggeni, dan lain-lain. Ia sering berimprovisasi dan membuat jalan cerita dengan variasi yang berbeda, sehingga sering dituding merusak atau keluar dari pakem. Menghadapi para pengkritik, Gino punya jawaban. “Pakem itu kan buatan manusia. Zaman sudah berubah. Ini memaksa saya untuk menyuguhkan apa yang dikehendaki penonton”, katanya.
Sekarang ini yang digemari adalah lakon-lakon dengan tokoh muda wayang sebagai pahlawannya, seperti Antasena dan Wisanggeni muncul, penonton senang. Kedua tokoh muda wayang itu digemari mungkin karena berani, jujur, cablaka (terus terang, tidak tedeng aling-aling), demokratis dan sakti. Keduanya juga selalu berbahasa ngoko (bahasa sehari-hari) terhadap siapa saja- ciri khas generasi muda yang ingin “memberontak” dan anti kemapanan.
Menurut Gino, “Saya tetap berpegang pada pakem”. Improvisasi yang dilakukan, semata agar penonton merasa puas.”Boleh menuduh saya menyimpang dari pakem, kalau misalnya saya mainkan Gatutkaca sebagai anaknya Arjuna, Wisanggeni anaknya Kresna atau Adipati Karno matinya oleh Bima.” Katanya.
Gino tampaknya sadar bahwa wayang kulit adalah tontonan . Karena itu, penonton harus dipikat dan dipuaskan. Itu dilakukan dengan tata lampu yang menarik, cara membuka cerita dan sabetan. Tata lampu yang dipadukan dengan hentakan suara gendang atau gending, membuat pagelaran terasa gayeng, lebih hidup dan menarik. Melesatnya anak panah yang dibarengi suara berdesing dan kilatan lampu, membuat penonton seolah tidak berkedip dan betah sampai pagi.
Ki Gino berkeyakinan, wayang tetap akan digandrungi penonton, selama dalang mampu membuktikan bahwa wayang ternyata menarik dan bisa memuaskan penonton. Jadi, katanya, “Tergantung bagaimana dalang membawakannya.” Kelebihan Gino yang lain adalah karena ia mampu memanag tim yang terdiri dari nayaga dan pesinden.
Seabagai trend setter, Gino akhirnya diakui. Banyak dalang muda Banyumas yang mengikuti jejaknya. Ketika tampil di gedung Sasana Hinggil Kraton Yogyakarta, ia diminta tampil dengan gayanya yang khas. Padahal, ia juga menguasai gagrag Yogyakarta atau Surakarta.
Berganti Profesi
Gino meniti karir dari bawah. Sebelum menjadi dalang, ia pernah mengalami masa pahit, pedih, dan sengsara. Beranjak dewasa, ia menjadi pemain kethoprak dan wayang orang. Setelah itu menganggur dan tak punya mata pencaharian. Kebolehannya memainkan siter ia manfaatkan. Dengan siternya itu ia ngamen, njajah desa milang kori”. Ia bertualang dari kota ke kota, sepanjang Cirebon hingga Gunung Kawi. “Saat nyiter itu saya mirip
gelandangan,” kenangnya. Ia sering tidur di makam-makam keramat, di setiap kota yang dilaluinya dengan berjalan kaki.
Setelah menikah, ia mencoba mengubah nasib dengan menjadi penderes kelapa. Rupanya, menjadi pembuat gula merah tidaklah semanis gulanya.
Sekitar tahun 1959, ia mulai pentas wayang di rumahnya sendiri. Sejak itu ia dikenal sebagai dalang. Ia terus memperdalam seni pewayangan, melalui buku maupun belajar kepada dalang-dalang senior di berbagai daerah. Semakin hari, namanya semakin luas dikenal.
Setelah istri pertama Nasiatik, meninggal, ia menikah dengan Suwarti (1987) dan Warsini. Dari isteri pertamanya, beliau memiliki dua orang anak kandung Nurnaini dan Ajen Susworo, kemudian memiliki tujuh orang cucu dan 3 orang cicit. Selain kedua anak kandung, almarhum juga memiliki seorang anak angkat, Sekarsiwi.
Ketika Yayasan Senawangi Jakarta mengadakan pemilihan dalang Favorit, Ki Gino Siswotjarito menduduki rangking III. Disamping manggung, dalang kondang ini telah merekam 40-an cerita wayang. Setiap cerita rata – rata 8 kaset.
Ki Gino membuktikan bahwa kehidupan dalang masih menjanjikan. Buktinya, ia mampu membiayai sekolah anak-anaknya sampai ke perguruan tinggi dan menjadi sarjana. Rumah besar, perabotannya serba lux dan di garasi ada kendaraan roda empat lebih dari satu.
Beliau meninggal dunia di RS Panti Rapih Yogyakarta, Ahad 20 Januari 2013 sekitar pukul 23.25 WIB, dalam usia 76 tahun, setelah 40 hari menjalani perawatan akibat komplikasi gagal ginjal dan tumor kandung kemih.. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman umum tanah kelahirannya Desa Sawangan Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas.
Sebagai penerus di Bidang Pedalangan, sekarang Cucuk Beliau yaitu Ki Yakut Adib Ganta Nuraidin dan Ki Julung Gandik Ediasmoro tampil sebgai dalang muda yang mulai punya nama. Banyak yang bertanya mengenai kedua dalang tersebut, yaitu tidak mirip dengan Eyangnya. Namun namanya manusia harus berkembang. Pondasi mendalang a la Dalang Gino bisa dikembangkan menjadi sesuatu yang lebih menarik dan tak harus sama.
sumber : https://kluban.net/2015/08/06/profil-ki-sugino-siswocarito/

Lanjutan Ki Dalang Soegino Siswocarito GARENG GANDRUNG

Lanjutan Ki Dalang Soegino Siswocarito GARENG GANDRUNG

Ki Dalang Soegino Siswocarito GARENG GANDRUNG

Ki Dalang Soegino Siswocarito GARENG GANDRUNG

Senin, 17 Oktober 2016

Durna Tapa

Durna Tapa

agi sekarang dirasanya paran Pandawa mendapatkan sekutu yang kuat dari raja-raja lain negara, untuk itulah pendita Durna bertapa di hutan pagedangan.

Dipati Karna dan wasi Aswatama segera bermohon diri untuk menunaikan tugasnya, diiringi oleh segenap para Korawa, tampak patih arya Sakuni, raden arya Dursasana, raden Kartamarma, raden Durmagati, raden Citraksa dan raden Citraksi.

Di kerajaan Jurangparang, tersebutlah seorang raja bergelar prabu Kalakalpika, jatuh asmara dengan putri raja Astina, Dewi Lesmanawati. Kepada embannya yang bernama Cantekawerdi raja menyampaikan maksudnya, emban mengusulkan sebaiknya utusan terlebih dahulu menyampaikan surat lamaran kepada raja Astina. Usul diterima, kepada yaksa Kalabangcuring, Kalakarumba, Kalakalapa, kyai Togog dan Sarawita ditugaskan untuk segera berangkat membawa surat lamaran ke negara Astina, mereka segera bermohon diri untuk berangkat ke karajaan Astina.

Di pertengahan perjalanannya mereka bertemu dengan wadyabala Astina, terjadilah perselisihan dan peperangan. Kedua-duanya berusaha untuk mengindarinya, sehingga akhirnya mereka meneruskan perjalanannya masing-masing.

Resi Abyasa di pertapaan wukir Retawu menerima kedatangan cucundanya raden Angkawijaya beserta para punakawan, mereka Nalagareng dan Petruk. Raden Ankawijaya menyampaikan maksud kedatangannya yang tak lain diutus oleh ayahandanya yalah raden Janaka untuk memohon saran, dikarenakan kyai lurah Semar sakit, usaha apakah kiranya yang harus diperuntukkannya. Resi Abyasa menjelaskan tiada satu obatpun yang menjadi sarana kesembuhannya, namun segala hal ihwal dan sebab musababnya kepada raden Angkawijaya sang Pendita telah membuka takbirnya. Bermohon dirilah raden Angkawijaya dikuti oleh Nalagereng dan Petruk, dalam perjalanannya di tengah hutan bertemu dengan para yaksa dan praja Jurangparang, dan terjadilah peperangan. Para raksasa dapat dibunuhnya, kayai Togog dan Sarawita dapat menghindarkan diri dan melarikan diri kembali ke praja untuk melapor kepada raja.

Di kahyangan Jonggringsalaka hyang Guru mengadakan pertemuan dengan hyang Kanekaputra, hyang Bayu, hyang Yamadipati dan hyang Kuwera. Masalah yang dibicarakan tak lain huru-hara di dunia, dilaporkan kepada hyang Guru bahwasanya kesemuanya itu terjadi dikarenakan bagawan Lanabrata atau pendita Durna menggentur tapa di hutan padedangan, permohonannya tak lain hendak kyai Semar sebagai botohmya para Pandawa dikelak prang Barayuda, mati terlebih dahulu. Hyang Guru bersabda kepada hyang Yamadipati, untuk segera turun ke mretyapada dalam rangka tugas mencabut nyawa kyai lurah Semar, adapun hyang Bayu diperintahkan untuk bertindak mencabut nyawa begawan Durna. Keduanya segera bermohon diri turun ke bumi, untuk menunaikan tugas mereka masing-masing.

Begawan Lanabrata kelihatan sedang bertapa brata dengan khusuknya, lama sudah sang begawan berdiam di hutan pagedangan, seluruh anggota badannya penuh dengan penyakit, sangat menyedihkan keadaan sang begawan Lanabrata. Para Korawa yang meninjau begawan sangat iba hatinya, apalagi putra sang begawan yang bernama wasi Aswatama dengan menangis mendekati ayahandanya sambil meratapinya, bermohon hendaknya jangan diteruskan lagi menggemtur tapa.Namun sang begawan tak sedikit pun terusik dengan keadaan disekitarnya. Hyan Bayu yang ditugaskan untuk mencabut nyawa
Begawan Lanabrata segera mendekati diarah kepala sang begawan, mengenai kedatangannya tak seorang pun yang melihatnya, hanya sang begawan menyadri namun tak kusa lagi untuk, berucap, hanya kelihatan tangannya saja meraba-raba,mulutnya berkumat-kumit. Segera tubuh begawan Lanabrata dibawa hyang Bayu ke kahyangan, para Korawa menyaksikan terngkatnya badan begawan Lanabrata, segera mengejarnya dan terus mengikuti, demikian pula wasi Aswatama juga mengejarnya. Sampailah sudah para Korawa dihadapan pintu masuk ke kahyangan Jonggringsalaka, namanya kori Selamatangkep dijaga oleh hyang Cingkarabala. Para Korawa dicegah untuk masuk ke kahyangan, terjadilah peperangan para Korawa dapat diundurkan oleh hyang Cingkarabala. Namun wasi Aswatama dapat meloloskan diri dari amukan hyang Cingkarabala, mengikuti terus perjalanan hyang Bayu yang membawa begawan Lanabrata.

Di Madukara, raden Janaka ditemani oleh wara Sumbadra, Dewi Srikandi dan niken Larasati menunggui kyai Semar yang sedang sakit. Mereka menangisinya, sangat dirundung malang keadaan kyai Semar, keadaannya sangat parah.

Selagi mereka menangisi jyai lurah Semar, datanglah sri Kresna diiringkan prabu Puntadewa, raden arya Wrekodara, raden Nakula, raden Sadewa. Mereka pun sangat iba hati melihat manyaksikan keadaan kyai lurah Semar, tak lama datang pula raden Angkawijaya yang diiringkan oleh Nalagareng dan Petruk. Kepada Prabu Puntadewa, sri Kresna dan para Pandawa raden Angkawijaya melapor bahwa mengenai sakitnya kyai lrah Semar, eyang Abyasa bersabda tak ada obatnya, akan tetapi tidak menjadikan ajalnya, namun akan terjadi huru-hara yang akan menimpa para Pandawa. Sri Kresna dan para Pandawa sangat prihatin dengan sabda begawan Abyasa. Selagi mereka berbincang-bincang, datanglah hyang Yamadipati mendekati kyai lurah Semar, tak seorang pun yang menyaksikan kedatangannya, kyai lurah Semar berkomat-kamit, tanganya digerak-gerakkan, namun tak seorang juapun yang tanggap akan gerak-gerik Semar. Hyang Yamadipati segera membawa kyai lurah Semar menuju kahyangan, para Pandawa menyaksikan hilangnya kyai lurah Semar sangat bingung, segera tampak hyang Yamadipati membawa serta kyai Semar, diikutinya.

Di tengah perjalanan bertemu dengan hyang Kuwera, para Pandawa dipersilahkan kembali, menolak. Hyang Kuwera segera mengeluarkan kesaktiannya, batu sebesar gunung-gunung dan angin ribut keluar memalang menghalang para Pandawa, hanya kyai Petruk saja yang dapat lolos dari amukan ajinya hyang Kuwera, diikutinya hyang Yamadipati.

Di kahyangan Jonggringsalaka hyang Guru dihadap oleh hyang Endra, hyang Brama, hyang Panyarikan, hyang Kuwera, hyang Patuk dan hyang Temboro. Datanglah menghadap hyang Bayu dengan membawa serta pandita Durna yang sudah kembali sehat walafiat, kepadanya ditanyakan gerangan apakah yang menjadikan menggentur tapa di hutan pagedangan. Durna melapor bahwasanya dia menginginkan matinya kyai Semar, sebab selama kyai lurah Semar tidak mati terlebih dahulu, para Korawa dalam prang Baratayuda tak akan dapat mengalahkan para Pandawa, apalagi para Korawa hanya dijagoi oleh seorang saja ialah pandita Durna.

Kepada pandita Durna, ditanyakan akan bersedia bertanding dengan hyang Asmarasanta, dan disanggupinya. Datanglah hyang Yamadipati membawa kyai lurah Semar, demikian pula keadaannya sudah kembali sehat, kepadanya segera ditanyakan apakah bersedia diadu dengan pandita Durna, yang menyebabkan sakitnya Semar tadi, disanggupinya.
Demikian pula wasi Aswatama mendukung akan kelangsungannya, apalagi Petruk menjagoi pula bapaknya, kyai Semar. Bertandinglah kyai Semar dengan pandita Durna, Petruk dengan wasi Aswatama, sangat seru dan rame. Kedua pasangan serba bertanding dengan aji kesaktiannya, bergelut bergumul berguling-guling sehingga mereka lupa bahwasanya sudah terbenam di kawah siksaan Yomani, musnahlah mereka kesemuanya ditelan lumpur Yomani. Tak lama muncullah sepasang ksatriya rupawan dari kawah Yomani,agaknya ksatriya yang berjalan dahulu kelihatan lebih wibawa diiringkan ksatriya yang kemudian sedikit takut-takutan, wasi Aswatama dan Petruk mengiringkan pula kedua ksatriya tadi dari belakang, wasi Aswatama kelihatan pucat dan sangat takut.

Mereka segaera menghadap hyang Girinata, ksatriya yang satu bernama Cahyandadari dan dibelakangnya tak lain Kumbayana, kepada hyang Girinata Kumbayana berjanji tak berani lagi kepada kyai Semar, mundurlah sudah mereka dari hadapan hyang Girinata, kembali turun ke bumi.

Di praja Amarta, prabu Puntadewa dan Sri Kresna membicarakan sirnanya kyai lurah Semar, mereka yang mendengarkan termasuk arya Wrekodara, raden Janaka, raden Nakula dan Sadewa sangat sedih hatinya.
Tak lama berita terdengarm bahwasanya diluaran ada tampak ksatriya mengamuk, para Pandawa yang bertugas menghadapinya kalah, raden Janaka maju melayaninya. Ksatriya rupawan yang bernama Cahyandadari dipanah,babar kyai Semar.Adapun ksatriya Kumbayana ketika dipanah, babar pandita Durna. Dihadapan para Pandawa, kyai Semar bercerita dari awal sampai akhir perihal keadaannya, demikian pula Petruk yang turut hilang dengan kyai Semar, telah melapor pula. Keadaan pendita Durna meski sudah sehat, kelihatan kurus kering. Para Pandawa sangat iba hatinya, kepada Raden Janaka dan raden arya Wrekodara ditugaskan untuk mengawal mengantarkan kembali pandita Durna kekediamannya. Wasi Aswatama yang selalu setia kepada ayahandanya, tak turut ketinggalan, segera bermohon diri.

Di kerajaan Astina, prabu Suyudana dihadap oleh patih arya Sakuni dan adipati Wangga Karna. Kepada raja mreka melapor bahwasanya pandita Durna dibawa serta ke kahyangan oleh hyang Bayu, meski para Korawa telah berusaha untuk mencegahnya dan membawanya kembali, namun di pintu utama selamatangkep, mereka diubdurkan oleh hyang Cingkarabala. Selagi berbincang-bincang datanglah pandita Durna, diantar oleh raden arya Wrekodara dan raden Janaka.

Pendita Durna dihadap raja Suyudana, dan para Korawa menceritakan dari awal sampai akhir segala lelakonnya, manakala dewa telah bersabda kepadanya, jangan sampai memberanikan diri lagi mengusik kyai Semar, dan Sri Kresna. Selanjutnya jalan kerukunan sajalah yang harus ditempuh oleh para Korawa terhadap para Pandawa. Selagi mereka dengan asyiknya mendengarkan laporan pandita Durna, tersiarlah berita musuh dari Jurangparang datang, Janaka keluar memapakan raja yaksa Kalakalpika, terjadilah peperangan yang sangat rame. Prabu Kalakalpika dilepasi panah oleh raden Janaka, mati. Arya Wrekodara mengamuk, seluruh wadyabala Jurangparang dapat dimusnahkannya.

Di pendapa Astina, diadakan pesta pora memperingati kembalinya pandita Durna, dan tersingkirnya sudah marabahaya yang mengancam kerajaan Astina, disaksikan oleh prabu Suyudana, dipati Karna, arya Sakuni, raden Wrekodara, raden Janaka, dan segenap keluarga Korawa.

Sumber : http://caritawayang.blogspot.co.id/2013/06/durna-tapa.html

Selasa, 11 Oktober 2016

Sengkuni Gugur

Sengkuni Gugur

senkuni

Setelah Daud meninggal di Tegal Kurukshetra, sekarang bagian Gubernur Sengkuni dengan melacak mobil pe Pekerja Kurukshetra, Pandawa untuk pertahanan. Rupanya Gubernur Sengkuni benar berpengalaman dalam bermain semua senjata, dari panah, pedang, juga gada.Patih Sengkuni saat mudanya, Ksatria Gandara, bernama Sri Gantalpati, seorang pemuda yang tampan dan kuat. Ini mengikuti kontes untuk memenangkan Kunti di Madura pemerintah. Tapi gagal, ia dikalahkan oleh Pandu.


Banyak kali tubuh senjata Pandawa Sengkuni Namun, tidak ada salahnya Sengkuni.  Bahkan Sengkuni rilis panah ke arah Arjuna dan Gubernur serangan Sengkuni rusak Arjuna.


Werkudara mobil mencegat Sengkuni.  Werkudara daya Sengkuni turun dari Chariot Sengkuni jatuh.  Ada perkelahian antara Werkudara Sengkuni dan berulang kali memukul dengan Werkudara tubuh Sengkuni Gada Rujakpolo.  Namun Sengkuni hanya tertawa, ia tidak merasakan sakit. Werkudara langsung hit Sengkuni dari kepala, dada, perut , sampai paha, betis dan telapak kaki, tetapi tampaknya tidak merasakan Werkudara tidak berkecil hati.  Gada Rujakpolo kiri, maju menghadapi Werkudara Sengkuni, perkelahian, berulang kali Werkudara Sengkuni menangkap, tapi kulit Sengkuni licin seperti belut, jadi selalu bertahan hidup.


Werkudara langsung ke Sengkuni.  Werkudara, mengingat masa lalu, peristiwa Bale Sigolo golo, yang hampir membawa korban Pandawa, bertindak sebagai Sengkuni.  Perang dadu, ide mencurangi Sengkuni yan Pandawa Pandawa menderita 13 tahun di alam liar.  Sementara Sengkuni mengecewakan ditemukan Pandu Madura , sebuah kontes untuk memenangkan Kunti, tangan Sengkuni Gendari, saudaranya Pandu, dengan harapan bahwa adiknya bisa bahagia dengan Pandu.  tapi itu diberikan kepada saudaranya Dhritarashtra.  Jika Gendari tidak diberikan kepada Dretarastra, anaknya adalah seorang Pramuka.  Up drive akan memiliki 105 anak.  tentu saja Astina sangat kuat.  Dan tidak ada perang Barata Yudha.  Semua ini karena Pandu.  Jadi Sengkuni ingin membunuh anak-anak Pandu, yang telah melemparkan penderitaan mantra.



Werkudara Sengkuni wajah lelah.  Tiba-tiba Werkudara Sengkuni ingat bahwa kulit sangat licin, keringat dan berbau minyak Tolo (mungkin, minyak tanah), ini akan membuat bermain dan Pengawas masih kecil dalam pil minyak tua juga ditemukan mengandung Tolo kakek minyak Abiyasa keajaiban .  Minyak akhirnya telah mengambil Tolo Sengkuni dan dioleskan ke seluruh tubuhnya.



Werkudara langsung mencapai Sengkuni leher dan lengan dengan kuat dihimpitnya leher yang kuat tersedak, terbuka mulutnya lebar-lebar dan kehabisan napas.  Werkudara pukulan di mulut karena Pancanaka Sengkuni Sengkuni tidak minum minyak Tolo, Anda dapat dengan mudah rip merobek leher dan ke jantung.  Namun Sengkuni hidup.  Dia mengerang kesakitan.  Werkudara menjadi ngeri dan takut.  Meskipun terluka parah, tidak mati Sengkuni.



Krishna meminta Werkudara dapat meningkatkan kematian.  Werkudara akhirnya mengerti situasi ini karena Berminyak Tolo sihir diterapkan tubuh Sengkuni kesekujur. Setelah mengupas kulit, akhirnya Sengkuni sudah gugur. 

sumber : http://wayangsengkunigugur.blogspot.co.id/
 

KI KUKUH BAYU AJI - SEMAR KEMBAR

Senin, 10 Oktober 2016

Durna Gugur

Durna Gugur

Hasil gambar untuk wayang drona

Suasana duka masih menyelimuti kedua kubu, di Perkemahan Pandawa, Arjuna dan segenap Keluarga Pandawa.yang berduka dengan kematian Abimanyu. Prabu Kresna sudah tidak kurang memberi nasehat  kepada Para Arjuna. Namun kelihatannya belum bisa menyingkirkan duka dari kalbu.

Sedang di pihak Kurawa, Pendita Durna telah diangkat  menjadi Senapati Perang pada besok pagi, menggantikan kedudukan Resi Bisma yang telah tumbang diterjang panah Dewi Srikandi.Prabu Kresna belum bisa menentukan siasat apa yang akan diambil untuk dapat mengalahkan  Pendita Durna. Prabu Kresna akhirnya memutuskan bahwa seluruh Pandawa ikut bertempur besok pagi, termasuk Prabu Punta Dewa. Senapati Perang Pandawa, masih diserahkan kepada Drestajumna.

Sementara itu di malam hari, Pendita Durna semalaman tidak bisa tidur. Pikirannya melayang ke masa lampau, kemasa anak remaja yang masih senang-senangnya jadi orang. Demikian pula Bambang Kumbayana. Setelah dewasa,  punya impian. Ingin menjadi orang besar, ingin menjadi orang yang berguna, dan terakhir ingin jadi orang yang berhasil. Dengan bekal doa orang tua, Sang Resi Baratmadya dan alamat sahabatnya Sucitra, Bambang Kumbayana pergi meninggalkan Negeri Atasangin  ke negeri Pancala. Setelah berjalan, berjalan dan berjalan, sampailah ditepi samudera  yang luas membiru.Perjalanan ke Pancala harus menyeberangi samudera.

Tetapi tidak ada satu perahu pun yang lalu lalang disitu. Hari semakin malam, Bambang Kumbayana semakin bimbang. Belum sampai tujuannya sudah takut mencekam. Akhirnya Bambang Kumbyana berujar :andaikata ada laki-laki yang mau menolong menyeberangkan ke seberang, maka akan diakui sebagai sedulur sinoroh wadi, atau sahabat sehidup semati,kalau  wanita, maka akan dijadikan istri pendamping  setya sampai akhir hidupnya. Angin malam menjadikan tambah merindingnya  tubuh Bambang Kumbayana. Tiba-tiba dari arah seberang ada sesuatu yang datang, Kelihatannya ada putih-putih rembyak-rembyak ditengah kegelapan mendatangi Bambang Kumbayana. Menjadikan tubuh Bambang Kumbayana semakin ketakutan. Ternyata yang mendekatinya adalah seekor kuda Sembrani. Kuda putih bersayap besar menunggu Bambang Kumbayana yang mau keseberang,

Akhirnya Bambang Kumbayana pun naik Kuda Sembrani. Kuda Sembrani terbang melintasi samudera,yang luas membiru,  melawan arah angin, yang membikin udara semakin dingin. Tidak lama kemudian sampailah di tepi seberang samudra.Bambang Kumbayana meninggalkan kuda itu, tetapi kuda itu selalu mengikuti Bambang Kumbayana kemana pergi.Bambang Kumbayana curiga pada kuda itu, jangan jangan ia mengerti apa yang menjadi ujarnya.


Bambang Kumbayana jadi terkejut, ketika kuda itu berhenti, dan tiba-tiba  melahirkan seorang anak yang tampan. Bambang Kumbayana mau meninggalkan Kuda Sembrani begitu saja, Kuda itu menarik baju Bambang Kumbayana, supaya tidak pergi.Bambang Kumbayana, akhirnya yakin, kalau kuda itu minta dijadikan istri sesuai ujarnya. Ia malu, punya istri saja, seekor kuda. Ia segera menghunus pusakanya.  Ketika ia mau menikam kuda itu, tiba-tiba kuda itu berubah menjadi seorang bidadari dari Kahyangan, bernama Wilutama.

Wilutama memberi tahu, kalau anak yang dilahirkan adalah anak Bambang Kumbayana, oleh karena itu Bambang Kumbayana harus merawat anak itu..Wilutama minta Bambang Kumbayana memberikan nama anak itu. Oleh Bambang Kumbayana, anak itu diberi nama Aswatama.Setelah itu Wilutama menghilang dari pandangan. Ia pulang ke Kahyangan. Oleh Bambang Kumbayana, anak itu dititipkan kepada Resi Krepa, dan oleh Resi Krepa, bayi itu dserahkan kepada kakaknya Dewi Krepi, untuk dirawat dan dipelihara dengan baik.Resi Krepa  dan Dewi Krepi. adalah putra Prabu Purungaji raja Tempuru. 

Keesokan harinya, matahari baru bersinar, terompet telah diperdengarkan. Pasukan kedua belah pihak memasuki medan laga. Pandita Durna maju kemedan laga, dengan segala kesaktian dan kepandaian memanah menyerang dengan membabi buta. Namun serangan Pendita Durna dapat dipatahkan oleh Arjuna.Sementara itu Pasukan Wirata dipimpin langsung Prabu Matswapati  memasuki medan pertempuran, namun dicegat oleh Pendita Durna. Prabu Matswapati turun dari keretanya, dan melayani Pendita Durna. Karena usia Prabu Matswapati sudah lanjut, maka dengan mudah Pandita Durna mengalahkan Prabu Matswapati. Prabu Matswapati jatuh tersungkur, kesempatan Pendita Durna untuk menghajarnya. Berkali-kali pedang itu membabat tubuh Prabu Matswapati..

Namun dibelakang Prabu Matswapati nampaklah  Prabu Drupada,  Raja Pancala, tak lain Sucitra, teman masih muda Pandita Durna. Prabu Drupada melarang Pendita Durna berbuat curang. Pendita Durna menjadi beringas.  Kini kedua sahabat dan sekaligus musuh bebuyutan pun saling  melampiaskan dendamnya. Pendita Durna teringat waktu masih muda yang masih bernama Bambang Kumbayana datang jauh jauh dari Negeri Atasangin hanya ingin ketemu teman lama Sucitra, yang bisa menjadi raja di Pancala. Namun sesampai disana Istana Pancala, disambut dengan petaka. Bambang Kumbayana diseret keluar dari istana dan  dihajar habis-habisan oleh Gandamana, saudara Prabu Drupada. Sedangkan Sucitra yang duduk di singgasana, tidak pernah memerintahkan Gandamana  untuk menghentikan perbuatannya,  sampai tubuh dan tulang Bambang Kumbayana menjadi   patah-patah.

Sedangkan bagi Drupada, kedatangan Bambang Kumbayana, adalah seperti kedatangan seekor ular yang membelit tubuh Drupada. Kedatangannya, menyebabkan Negara Pancala harus dibagi dua dengan Bambang Kumbayana. Separuh negeri Pancala menjadi kekuasaannya dan diberi Nama Sokapanca, atau Sokalima. Maka sekarang keduanya berlaga antara hidup dan mati. Serangan Pendita Durna menyerang membabi buta. Prabu Drupada jatuh tersungkur dan dengan sekali tebas pedang saja di ditubuhnya, Prabu Drupada jatuh,dan tewas. Pandita Durna merasa puas dengan kematian sahabatnya, Sucitra. Sorak membahama di tegal Kuru Setra, Drupada Gugur.

Prabu Kresna melihat itu, terus berpikir dengan jalan apakah untuk menghentikan serangan Pendita Durna yang membabi buta. Prabu Kresna segera menyuruh Werkudara untuk mencari gajah, milik Prabu Permeyo, raja Samodra Barlian yang menyusup ke daerah peperangan untuk mencari harta peninggalan prajurit yang telah gugur. Setelah ketemu supaya dibunuh.


Gajah itu bernama Hesthitama. Werkudara menarik tali kekang gajah Hesthitama mau dibawa ketengah medan laga. Prabu Permeyo mempertahankan gajahnya, sehingga terjadi perkelahian.Prabu Permeyo  melawan Werkudara. Werkudara memukulkan gada ketubuhnya, sehingga remuk tulang punggungnya, dan mati. Setelah dibawa ketengah medan laga, Werkudara memukulkan gada ke kepala Gajah Hesthitama. Gajah Hesthitama langsung mati.


Werkudara berteriak: Aswatama mati. Perajurit Pandawa mendengar itu bersorak sorai dengan gemuruh bersorak, dan berteriak: Aswatama mati.


Sementara di pihak Kurawa meneriakkan:: Hesthitama mati. Mendengar suara yang gemuruh itu Pendita Durna menjadi panik, semua kekuatannya seperti telah hilang, tubuhnya menjadi lemas.Pendita Durna ragu dengan berita kematian anaknya.

Ia menemui para Pandawa, ia bertanya pada Arjuna apakah betul  Aswatama mati, Arjuna menjawab ya, Aswatama mati. Tidak percaya Pandita Durna menanyakan pada Werkudara, Werkudara menjawab, Ya, Aswatama mati. Pendita Durna tidak percaya kepada Werkudara. Tidak percaya jawaban  Werkudara.

Pendita Durna mencari Punta Dewa untuk menanyakan tentang kebenaran berita itu. Karena selama hidup ia tidak pernah berbohong.

Sementara itu Prabu Kresna menasehati Prabu Punta Dewa agar mau bohong sekali saja demi mengurangi korban yang berjatuhan.

Prabu Punta Dewa tetap tidak mau melakukan. Tetapi terlanjur Pendita Durna sudah didepan mereka.

Pendita Durna menanyakan: Apa betul Aswatama telah mati.

Prabu Puntadewa menjawab: Hesti tama yang mati.


Maksud Prabu Punta Dewa: " Gajah Tama yang mati,"  tapi Pendita Durna: mengartikan : 'Betul, Tama yang mati."
Sebab kata Hesti bisa berarti Gajah, atau bisa berarti  Esti, Estu yang artinya : Betul.

Demikianlah  Pendita Durna akhirnya percaya kalau anaknya, Aswatama telah mati. Kemudian Pendita  Durna meninggalkan Prabu Punta Dewa. Pendita Durna menjadi limbung dan pandangannya menjadi kabur dan pandangan menjadi gelap seketika.

Di saat Pendita Durna mengalami situasi yang menjadikannya lupa, bahwa dia masih seorang senapati Kurawa, yang masih berada pula di tegal Krusetra, namun perhatiannya hanya tertuju pada anak kesayangannya yang dianggapnya telah gugur di medan laga, sehingga ia tidak tahu ada bahaya yang sedang menghampirinya.

Drestajumna, anak Prabu Drupada yang mendatanginya, lalu  memenggal kepala Pendita Durna,sebagai balas dendam atas kematian ayahnya, dan melemparkan  kepala Pendita Durna ke arah pasu kan Kurawa.

Sementara itu Prajurit Pandawa bersorak sorai, Durna Gugur, Durna gugur !!!.. menggema di medan laga. Senja sudah tiba sangsakala berbunyi tanda perang telah usai.

Kedua belah kubu mencari jasad saudara, keluarga , serta para kerabat yang tewas dan yang luka-luka.
Pandawa kehilangan Prabu Matswapati dan Prabu Drupada. Keluarga Wirata dan Pancala berduka yang sangat mendalam.Seangkan di pihak Kurawa, Boma Wikata dan Boma Wikata, saudara kembar saudara senyawa, sehingga apabila Bomawikata marti, diloncati Wikataboma,  maka Bowawikata hidup lagi, begitu pul\a sebaliknya. Ketika mereka bertemu dengan werkudara, keduanya tewas ketika Werkudara membenturkan kedua kepalanya hingga pecah..Sesangkan Kurawa yang tangguh yang lain yaitu Bogadatta atau Bogadenta, raja Turilaya, dengan gajah tunggangannya Murdiningkung dengan sarati Dewi Murdininngsih. dimana kesaktian Bogadatta seperti halnya Boma Wikata dan  Wikata Boma. maka Bogadatta tang  punya rangkap tiga nyawa, harus tewas bersama di ditangan Arjuna, dengan senjata Pasopati  nya.

Sementara itu Pandawa tengah mencari kepala Pandita Durna untuk dipersatukan.Akhirnya kepala Pendita Durna bisa dipersatukan dengan tubuhnya. Semua jasad para pahlawan mereka kemudian diperabukan, dengan upacara yang hikmat.

Sementara itu beberapa orang Kurawa ikut menghadiri perabuan Pendita Durna.seperti Yama Widura, Resi Krepa dan beberapa tokoh Kurawa. Sedangkan Duryudana dan saudara saudara Kurawa yang tersisa menyaksikan dari kejauhan. Sementara itu Dewi Wilutamapun turun dan menuntun Bambang Kumbayana menuju ke alam kelanggengan.Pendita Durna memimpin perang dipihak Kurawa selama 5 hari.

sumber :http://wybambangkumbayana.blogspot.co.id/